HM Syakir Tak Pernah Berhenti Beraktivitas

HM Syakir Tak Pernah Berhenti Beraktivitas

Smallest Font
Largest Font

Hj. Machsunah, SE tak bisa membayangkan seandainya dia jadi Drs H Mohammad Syakir, SU yang aktif berdakwah, kini harus berdiam diri di rumah.

Pada 16 Maret 2020 adalah hari terakhir mereka berdua pergi ke luar kota: Semarang, Jawa Tengah. Pada 17 Maret 2020 adalah awal at home hingga kini. Dan entah sampai kapan.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Sejak muda, H Mohammad Syakir aktif berdakwah. Hingga masyarakat lebih menyangka dia lulusan IAIN daripada dosen di Fakultas Sastra UGM Yogyakarta.

Dan setelah pensiun bisa lebih berkhidmat sampai di usia 81 tahun pada 27 Maret 2020. Dia tak pernah berhenti beraktivitas. Setiap pagi naik motor berputar-putar ke beberapa teman dan membagi lembar-lembar fotocopian yang berisi bermacam pelajaran agama, kesehatan, dan lain-lain kepada orang-orang yang dijumpai.

Dilanjut sarapan soto atau masakan Padang. Mengikuti senam Taichi empat kali seminggu. Sampai rumah menyapa tanaman, baca buku dan kliping artikel yg disenangi sampai terdengar azan Dhuhur. “Kini karena pandemi Covid-19 semua aktivitas suami saya terhenti,” ungkap Hj Mahsunah.

Hingga kini Hj Mahsunah tak bisa membayangkan kegundahan suaminya. Setiap hari salat jamaah dari masjid satu ke masjid lain yang memang sudah terjadwal sebagai imam. Maghrib di masjid Quwwatul Islam, Isyak di masjid Nurul Iman/Muhajirin, Subuh imam dan kultum di masjid Nurul Iman, salat Di masjid Muhajirin, kadang masjid Nurul Ilmi dan lain-lain.

“Tiada waktu yang sia-sia karena di hatinya  selalu terkait di masjid. Kini karena wabah Korona semua aktivitas itu terhenti,” kata Hj Mahsunah, yang tak bisa membayangkan kesepian suami setelah tak ada lagi bapak-Bapak yang ngaji di rumahnya setiap Rabu dan Jum’at.

Tentu pula ada sesuatu yang hilang di dua hari itu. Tidak terdengar lagi diskusi, sharing pengalaman dan tadarus bergiliran. Kini semua aktivitas itu terhenti.

Pak Syakir bagai mendapat seteguk air di tengah kehausan dengan adanya hasil konferensi pers Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang panduan ibadah dengan beberapa ketentuan yang harus ditaati.

Sebagai lansia pak Syakir harus sadar dia sebagai kelompok rentan. “Makanya harus menjaga diri, menjaga jarak, dan tak lepas masker,” jelas Hj Mahsunah yang menanyakan mungkinkah dilakukan pembelajaran daring bagi kelompok kajian Baitul Ilmi yg kebanyakan sudah lansia?

“Semoga bisa mengembalikan keceriaan dan kejernihan berfikir sehingga hidup ini terasa lebih indah dan bermakna,” ungkapnya.

Pasangan Drs H Mohammad Syakir, SU – Hj Machsunah, SE yang dikaruniai lima anak ini pernah mendapat Juara I Keluarga Sakinah Teladan Tingkat Nasional dalam seleksi yang diselenggarakan pada 15 – 19 Agustus 2016 di Jakarta, yang diikuti oleh 33 propinsi.

Kesamaan langkah dalam membawa misi dakwah membuat mereka tidak sulit mewujudkan keluarga sakinah. Falsafah hidupnya adalah menganut lebah. Di mana mereka tinggal harus mampu membuat sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungannya.

M. Syakir percaya bahwa keluarga itu merupakan madrasah bagi anak-anaknya dan sebagai sarana pengkaderan. Dan yang ditanamkan kepada anak-anaknya adalah bahwa orang Islam itu harus kaya sehingga mampu menjadi yadul ‘ulya (tangan di atas) dan mampu membiayai dakwah Islam. Selain itu, mereka berkeyakinan orang hidup itu yang menggaji adalah dirinya sendiri.

Dalam kehidupan bermasyarakat, menurut Syakir, seorang muslim harus inklusif. Makanya M Syakir dan isterinya selalu berbaur dalam masyarakat. Sempat menjadi ketua RT sekaligus sebagai Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah serta Majelis Tabligh, Majelis Tarjih dan Tajdid PCM Depok.

Jejaknya itu diikuti juga oleh isterinya Hj Mahsunah yang ikut aktif diberbagai kegiatan kemasyarakatan dan organisasi.

Bagi Syakir, berperan dalam masyarakat yang majemuk tidaklah ringan. Sebagai pembawa misi dakwah, kata Syakir, langkahnya harus selalu berebut simpati masyarakat dengan tokoh kelompok maupun tokoh agama lain.

Kini di usia senjanya, M Syakir memakmurkan rumahnya menjadi Baitul ‘Ilmi. Rumahnya sering digunakan untuk rapat-rapat, memberi pelajaran mambaca al-Qur’an bagi pemula, kajian al-Qur’an tematik, kursus bahasa Arab, pelajaran komputer untuk bapak-bapak.

Sedangkan isterinya Hj Mahsunah selain membina 25 kelompok pengajian, di rumahnya mengajar kursus ketrampilan untuk remaja dan ibu-ibu muda serta pelajaran komputer untuk ibu-ibu lansia.

Semangat berbagi ilmu keduanya tak lekang oleh waktu. Dan tak lapuk karena usia. (Affan)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow