Matahari di Wajah Pak Nardi

Matahari di Wajah Pak Nardi

Smallest Font
Largest Font

Oleh: Latif Mustofa

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Nama lengkapnya adalah Sunardi Syahuri. Beliau masyhur tak hanya di kalangan Muhammadiyah. Namun di hampir semua golongan masyarakat: atas-bawah, kaya-miskin, tua-muda, politisi-rakyat, hingga Ketua MUI-guru ngaji di desa, mengenalnya dengan baik sebagai seorang da’i.

Tak usah heran, karena di sekolahnya yang belum tamat tsanawiyah, pak Nardi telah memulai gerak lakunya sebagai seorang da’i.

Sosok dengan logat “njawani” dan santun ini, bertutur bahwa khutbah Jum’at pertama beliau saat itu adalah saat ubun-ubun kepalanya belum sejajar dengan tinggi mimbar.

Dengan tergelak, beliau mengenang saat para jama’ah hanya bisa mendengar khutbahnya, tanpa bisa melihat sosok kecil cungkringnya di masa itu.

Agak tak lazim, jika kita membandingkan dengan sosoknya saat ini yang besar dan berwibawa. Namun begitulah rupanya pada masa itu.

Sejak saat itu, sepak terjang suami Ibu Noor Liesnani Pamella, General Manajer Pamella Group ini, tak pernah sepi dari kisaran da’wah dan pengajian. Beliau berda’wah mulai dari pedesaan di pinggir hamparan sawah, perkampungan masyarakat bawah, hingga perumahan elit masyarakat yang gemah.

Tanpa pilah-pilih membedakan antargolongan masyarakat. Dan beliau biasa berceramah di masjid-masjid besar, namun tak akan menolak langgar-langgar kecil yang meminta pengajiannya.

“Saya ini ingin ngopeni ranting-ranting Muhammadiyah di mana saja,” kata Sunardi Syahuri.

Beliau pengagum sosok pak Djindar Tamimy — ideolog Muhammadiyah dan staf pengajar ke-Muhammadiyahan di Mu’allimin — pada masa pak Nardi, bahkan mencari istri yang mau bekerja bersamanya mengembangkan dakwah Islam.

“Saya waktu itu mensyaratkan bahwa siapapun yang mau jadi istri saya, harus mau ditinggalkan kapan saja karena pengajian. Karena saya ini guru ngaji. Bu Pamella  inilah yang sukses dengan syarat itu,” ungkap pak Nardi.

Barangkali, karena daya dan upaya yang tak pernah putus itu, Allah SWT memberi sosok yang berwibawa itu amanah menjadi Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Daerah Istimewa Yogyakarta medio 2009 sampai 2013 ini.

Beliau dilantik pada hari Sabtu tanggal 13 Jumadil Ula, bertepatan dengan tanggal 9 Mei 2009 oleh Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Pusat saat itu, H. Ramlan Mardjoned, atas nama Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.

Tapi, pimpinan persyarikatan para da’i itu tetaplah santun dan menyenangkan dalam kesehariannya. Beliau tetaplah sosok mukhlis, yang lebih banyak menyebut dirinya sebagai guru ngaji tinimbang (daripada) da’i.

Tokoh panutan yang semakin langka di tengah membanjirnya da’i-da’i terbitan media, lahir dari rahim Mu’allimin tahun  1963. Alumni sepuh yang mengatakan bahwa, “Kalau misalnya wajah saya ini dibelah, akan muncul srengengene, Mas.”

Srengenge artinya matahari. Dan, maksudnya itu lambang Muhammadiyah.

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow