Belajar Bersyukur dari Almarhum Pak AR
Oleh: Heru Prasetya*
BANYAK kisah menarik dari perjalanan hidup almarhum KH Abdul Razak Fachruddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah 1968-1990). Hampir semua menunjukkan kesyukuran atas nikmat yang diberikan Allah SWT. Dengan syukur maka akan diterima nikmat-nikmat berikutnya dari arah tidak terduga.
Tidak ada perjalanan hidup yang disesali Pak AR, panggilan akrab KH AR Facruddin. Tidak pernah terdengar beliau menggerutu. Semua dilihat dari sudut pandang positif. Penuh kesyukuran dan optimisme.
Kesantunan dalam bicara juga menjadi perhatian banyak orang. Bahkan ketika menjawab pertanyaan sensitif dijawab dengan “guyon parikeno”, menjadikan Pak Kiai ini disukai banyak kalangan, tidak hanya umat Islam. Acara tanya jawab agama di TVRI maupun RRI juga dinikmati oleh umat beragama selain Islam.
Dalam hal shalat, Pak AR terlihat sangat menikmati “dialog” dengan Allah SWT pada bacaan shalatnya. Saya beruntung pernah menjadi makmum dalam beberapa kali jama’ah. Kata “beberapa kali” untuk menunjukkan bahwa jumlahnya sangat sedikit.
Ketika shalat tarawih, apalagi yang didirikan di tengah malam (sekitar jam 02.00) bacaan-bacaan Pak AR terdengar tartil, perlahan-lahan. Bagi yang suka, bacaan tersebut sangat bisa dinikmati.
Begitulah Pak AR menerima perjalanan hidup yang dijalani. Penuh kesyukuran, bentuk ucapan terima kasih tak terhingga kepada Sang Pencipta. Muhammadiyah sangat bangga dipimpin selama 22 tahun oleh orang yang pandai bersyukur seperti Pak AR ini.
Sabtu 9 Mei 2020 bakda ‘Isya tangan saya spontan googling di atas HP. Dan spontan juga saya tulis “guyonan ala pak ar” dan langsung klik. Satu di antara yang muncul adalah tulisan Simon Syaefudin di republika.co.id 1 Agustus 2016 seperti saya sertakan di bagian bawah tulisan ini.
Membaca catatan Simon, saya semakin kagum dengan Pak AR. Di balik kekaguman, saya menyesal tidak sering mengikuti kajian beliau selama masih hidup, sehingga merasa belum bisa belajar “bersyukur” dari Pak AR. Contoh belum bisa “bersyukur” ya munculnya penyesalan ketika menulis ini.
Berikut kutipan lengkap catatan Simon Syaefudin:
Suatu ketika Pak AR (Abdul Razak Fachruddin, almarhum mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah) bertamu ke rumah salah seorang pengurus cabang Muhammadiyah di Purwodadi.
Setelah perjalanan cukup panjang, Pak AR yang kecapaian disuguhi minuman teh oleh tuan rumah. Secara kebetulan air teh itu kurang manis.
Merasa air teh yang disuguhkannya kurang manis, tuan rumah pun minta maaf kepada Pak AR. “Maaf Pak AR, air tehnya kurang manis.”
“Justru saya bersyukur air tehnya tidak terlalu manis. Karena kalau terlalu manis, kata dokter bisa mengakibatkan penyakit diabetes,” ucap Pak AR dengan ringan untuk menenangkan hati tuan rumahnya.
Setelah itu, Pak AR kemudian melakukan shalat Maghrib berjamaah di masjid. Pulang dari masjid, Pak AR diajak makan tuan rumah.
Celakanya, kebetulan sayurnya terasa hambar karena kurang garam. Tuan rumah pun kembali minta maaf karena sayurnya terasa tawar.
“Tak apa-apa. Saya bersyukur sayurnya tidak terlalu asin. Kalau terlalu asin, kata dokter, akan terkena di darah tinggi,” kata Pak AR sembari kembali menenangkan hati tuan rumah yang berkecamuk tidak keruan.
Seusai shalat Isya, maka pengajian di ranting Muhammadiyah itu berlangsung dengan meriah. Acaranya berlangsung sampai tengah malam.
Maka Pak AR yang mulai berusia lanjut, merasa kecapaian dan ingin segera istirahat tidur. Sialnya lagi, kebetulan di kamar yang tersisa, tak ada ranjang yang biasa dipakai untuk membaringkan badan.
Maka pihak tuan rumah mempersilakan Pak AR tidur di atas lantai beralaskan tikar.
Dan lagi-lagi karena merasa kurang bisa menghormati tamu, tuan rumah pun kembali minta maaf. Dia merasa tidak enak dan hatinya bergejolak tidak keruan. Apalagi ia tahu menghormati tamu adalah kewajiban seorang Muslim.
Namun Pak AR menanggapinya dengan santai saja. Dia tak merasa risih atau terhina karena selaku Ketua Umum PP Muhammadiyah harus tidur di atas lantai dengan hanya beralaskan selembar tikar. Pak AR justru mengucapkan terima kasih agar hati tuan rumah merasa tenang.
“Terima kasih. Justru saya senang tidur di lantai, Kalau tidur di ranjang, tubuh saya yang gemuk ini bisa repot. Kalau jatuh bisa sakit. Tidur di lantai tidak mungkin jatuh,” kata Pak AR dengan tetap mengucapkan syukur.
Kebetulan pula, kamar yang ditempati Pak AR nyala listriknya tak bagus. Cahanya hanya temaram.
Menyadari hal tersebut, tuan rumah pun kembali meminta maaf karena listriknya redup.
“Maaf Pak AR, lampu listriknya tidak menyala dengan baik. Cahayanya redup.”
Lagi-lagi Pak AR menanggapi suasana itu dengan sikap biasa dan santai saja. Dia tetap mengatakan semua kekurangan itu tak menjadi soal serta tak perlu terlalu dirisaukan.
“Justru nyala listrik yang redup ini saya senang karena bisa cepat tidur. Terimakasih dengan memberikan lampu listrik yang nyalanya redup,” kata Pak AR sungguh-sungguh.
“Wah kalau dengan Pak AR ini semuanya serba kebetulan kurang ini dan kurang itu. Dan Pak AR selalu bersyukur,” kata tuan rumah. (*)
*) Tim Redaksi mediamu.com
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow