Prof. Muhadjir Effendi tentang Prof. Baedhowi: Entengan dan Tidak Suka Neka-Neka
Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. H. Baedhowi, M.Si. dipanggil Allah SWT, Senin (5/7). Muhammadiyah kembali kehilangan tokohnya. Salah satu yang memberi testimony dalam Ta’ziyah Virtual (Senin, 5/7) malam adalah Prof. Dr. Muhadjir Effendi, M.A.P.. (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia).
Muhadjir merasa sangat kaget ketika mendapat pesan di WA bahwa Pak Baedhowi meninggal dunia. Ia pikir seperti seperti dulu, ke luar masuk rumah sakit, kemudian setelah ke luar sehat kembali, terus bersemangat lagi, dan seterusnya.
“Walaupun tidak sempat hadir secara fisik, mengantar, berta’ziyah kepada Profesor Baedhowi, kita do’akan mudah-mudahan Professor Baedhowi mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT, diterima seluruh amal kebaikannya, dan diampuni segala kesalahan dan dosanya, beliau betul-betul menjadi ahli surga, orang yang betul-betul mendapatkan kasih sayang dari Allah.
Saya mengenal Pak Baedhowi, mulai akrab, ketika beliau diangkat menjadi Sekretaris Jendral oleh Mendikbud saat itu, Prof. Malik Fajar. Keakraban tidak lepas dari kedekatan saya dengan Pak Malik Fajar. Sehingga sebetulnya matarantai hubungan dengan Pak Baedhowi itu karena faktor hubungan saya dengan Pak Malik.
Sebagai kader Muhammadiyah beliau komitmennya sangat tinggi dan saya kira kalau boleh ada sebutan beliau ini Muhammadiyah tulen ya yang seratus persen karat, karatnya bukan dua puluh empat karat ya, tapi seratus karat.
Beliau tidak banyak bicara, seorang administrasor ulung, selalu mencari jalan keluar setiap ada masalah, dan memiliki kemampuan angat ensiklopedis dalam kaitan dengan pendidikan di Indonesia. Sangat paham, hapal kadang-kadang surat-surat keputusan dari menteri satu ke menteri lainnya beliau sangat hafal. Kalau ditanya beliau bisa menjelaskan secara runtut dan kemudian apa yang harus dilakukan itu berbasis data historis dari apa yang pernah terjadi dan kemudian yang sekarang sedang terjadi, dan apa yang kita lakukan untuk ke depan. Itulah ciri berfikir Pak Baedhowi.
Pak Baedhowi orangnya sangat entengan dan juga bersih, tidak suka neka-neka, apalagi kalau untuk kepentingan Muhammadiyah beliau tidak pernah macam-macam, sangat tidak mau.
Kalau Pak Baedhowi ke Malang disangoni mesti tidak mau, dikembalikan. Itu cirri Beliau.
Saya biasanya terus terang saja sama beliau ini, paling saya sangoni juga nggak mau to? Pernah waktu itu agak saya paksa, ketika mau masuk mobil saya serahkan, turun lagi itu, tergopoh-gopoh, kembalikan uangnya. Itu Pak Baedhowi kalau berkaitan dengan Amal Usaha Muhammadiyah komitmennya luar biasa.
Saya termasuk yang memberi saran ketika Pak Baedhowi memutuskan untuk menjadi guru besar di Universitas Sebelas Maret. Ya eman-eman. Berbagai macam pemahaman, penguasaan terhadap dunia pendidikan, terutama di Indonesia, itu sangat eman-eman kalau tidak ditularkan kepada generasi yang lebih muda, agar mereka ngerti sejarah. Sehingga kalau suatu saat yang muda-muda itu diberi amanah, entah itu menjadi apapun, itu berangkatnya dengan sejarah. Jangan sampai membuat keputusan, memimpin, ahistoris. Tidak tahu dunia sebelumnya, tahunya cuma dunia masa depan, tapi tidak tahu dunia masa lalu juga tentu saja tidak akan bisa menyelesaikan masalah secara baik.
Beliau sangat menguasai dalam sektor pendidikan dan menurut saya kalau ibarat ibadah sholat ini beliau termasuk tuma’ninah, istiqomah, tidak mau tolah-toleh bidang lain kecuali bidang pendidikan.
Ya tentu saja ya yang namanya membentuk orang itu ada yang terima kasih tapi juga biasanya ada yang tidak terima kasih. Itu biasa. Kalau saya lihat Pak Baedhowi cuek-cuek saja. Agak cocok dengan ayat yang sedang saya hafal, Surat Al Furqan. Pak Baedhowi itu termasuk orang yang mendapat kasih dari Allah, dzat Yang Maha Pengasih. Kalau kita sangat dekat dengan dzat Yang Maha Pengasih, insyaa Allah kita ini akan mendapat pancaran kasih dari Dzat Maha Pengasih, dan itu Pak Baedhowi.
Ibadurrahmanilladzi yamsyuna ‘alal ardhi haunan, wa idza khotobahumul jahiluuna qoluu salama. Tanda-tanda orang yang dikasihi oleh Allah itu adalah selalu merunduk, rendah hati ketika berada di muka bumi.
Itulah Pak Baedhowi dengan saya yang sangat junior pun beliau tidak pernah mempresentasi diri sebagai lebih senior, tapi beliau sangat menghargai karena posisi saya sebagai orang Koordinator Pendidikan PP Muhammadiyah dan beliau Ketua Majelis. Itu sangat saya rasakan betapa beliau sangat menghargai dan itu adalah bagian dari ayat alladzina yamsyuna ‘alal ardhi haunan.
Terakhir, wa idza khotobahumul jahiluuna qoluu salama. Kalau ada orang-orang yang ngrasani, ngolok-ngolok, ketidakbaikan yang ada, baik itu nyata atau sekedar gossip, itu ya kita cukup bilang qoluu salama, kita bilang selamat. Selamat untuk siapa, selamat untuk yang mengolok-ngolok kita dan kemudian do’a itu melimpah kepada kita yang mendoakan.
Karena itu, saya belum pernah melihat Pak Baedhowi membuat pernyataan-pernyataan keras atau menyakitkan. Pendekatannya sangat low profile, merendah, tidak menunjukkan kehebatan, tidak menunjukkan keluarbiasaan, walaupun sebetulnya beliau seorang yang sangat ensiklopedis, terutama dalam bidang pendidikan. (*)
Wartawan: Afifatur Rasyidah I.N.A
Editor: Sucipto
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow