ads
Mbah Narno, Sang Legenda Muhammadiyah Sleman

Mbah Narno, Sang Legenda Muhammadiyah Sleman

Smallest Font
Largest Font

Oleh: Shubhi Mahmashony Harimurti

MEDIAMU.COM - Di suatu malam yang dingin, penulis mengendarai sepeda motor sepulang dari Pengajian Malam Selasa (PMS) yang diselenggarakan di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Tiba-tiba penulis disalip oleh seorang lelaki paruh baya mengendarai Honda Super Cub hitam tahun 1981. Lengkap dengan keranjang sepeda di bagian depan. Pria tersebut terlihat mengenakan penutup kepala udeng Muhammadiyah berwarna coklat. Seakan santai melewati jalan protokol Kota Pelajar tanpa helm. Seolah polisi adalah CS kenthelnya. Tidak mungkin terkena tilang.

Advertisement
ads
Scroll To Continue with Content

Ya, betul. Dia adalah Sunarno Raharjo. Akrab disapa Mbah Narno. Seorang aktivis Muhammadiyah sejati. Di seputaran Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, Mbah Narno sudah terlalu kondang. Jika ada orang yang tidak mengenal lelaki kelahiran tahun 1951 ini maka kemungkinan dia tidak aktif di persyarikatan. Hampir di semua kegiatan Muhammadiyah, Mbah Narno selalu hadir.

Penulis bahkan hampir hapal jadwal Mbah Narno menghadiri acara-acara yang dihelat oleh organisasi yang didirikan pada 18 November 1912 tersebut. Setiap Senin malam mengikuti Pengajian Malam Selasa (PMS) di Madrasah Muallimin Muhammadiyah. Ketika pengajian legendaris yang diinisiasi KH Ahmad Dahlan tersebut sempat vakum akibat pembatasan mobilitas sebagai dampak dari pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), Mbah Narno mempelopori supaya PMS dihidupkan lagi dengan penyelenggaraan terbatas. Tidak ada jama’ah yang hadir langsung. Hanya panitia saja yang on site. Lokasi pun dipindah ke Institut Tabligh Muhammadiyah yang tempatnya cukup jauh dari kota dan agak ‘tersembunyi’ di Kasihan, Bantul. Lelaki yang tinggal di Tawangsari, Caturtunggal, Depok, Sleman ini sangat aktif di masa-masa ‘sulit’ tersebut. Sebelum pandemi, penulis juga beberapa kali hadir pengajian tertua di Muhammadiyah itu berkat ajakan Mbah Narno.

Rabu malam, Mbah Narno nguri-nguri lingkungan sekitar tempat tinggalnya dengan menghadiri Pengajian Rabu Malam atau biasa disebut Bolam yang digawangi oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Caturtunggal Barat, Depok, Sleman. Sekali lagi, penulis bisa bergabung dengan Bolam berkat Mbah Narno. Sebelumnya, penulis memang sudah mengenal Mbah Narno karena musalla miliknya dijadikan sekretariat Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Universitas Gadjah Mada. Organisasi otonom yang penulis ikuti saat masih menempuh jenjang sarjana.

Jumat pagi, Mbah Narno rutin datang ke pengajian Persaudaraan Djama’ah Haji Indonesia (PDHI) yang dilaksanakan di bilangan Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta. Berbeda dengan dua pengajian yang disebutkan sebelumnya, dalam kajian di PDHI hingga tulisan ini disusun, penulis belum sempat hadir. Namun, bergabung dalam bentuk lain, yaitu buku-buku hasil coretan penulis dijual oleh Mbah Narno di semua pengajian yang dihadirinya. Pria berwajah oval tersebut selalu menjual majalah maupun buku yang kontennya tentang Muhammadiyah.

Sabtu pagi, Mbah Narno sudah bergegas menuju Masjid Taman Kanak-kanak Budi Mulia Dua, Pandeansari, Sleman. Di tempat ibadah yang berada di depan kediaman Prof Amien Rais, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1994-1998 tersebut Mbah Narno khusyu’ menyimak materi sambil menggelar lapak buku dan majalahnya. Masih di hari yang sama di sore harinya khusus pekan terakhir, lelaki berambut cepak tersebut kembali menghidupkan PRM Caturtunggal Barat, Sleman dengan dihelatnya Pengajian Sabtu Akhir atau identik dengan akronim Petuah.

Keesokan harinya, yaitu hari Ahad terlebih di pekan ketiga, Mbah Narno sudah memanasi motor bernomor polisi AB 5501 RH dengan tujuan Sekolah Dasar Muhammadiyah Condongcatur. Acara kali ini bertajuk pengajian Pimpinan Cabang Muhammadiyah Depok. Di malam harinya, selepas adzan Isya’ Mbah Narno sudah berada di Aula Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta untuk mendengarkan Kajian Baitul Hikmah. Lagi-lagi di akses masuk selalu terpajang majalah seperti Suara Muhammadiyah (SM) dan Tabligh serta buku-buku yang ditulis oleh aktivis persyarikatan. Semua literatur tersebut pastinya dijual oleh Mbah Narno. Saat pandemi melanda sehingga beberapa pengajian dihentikan atau dialihkan teknis pelaksanaannya menjadi online sebagaimana dijelaskan sebelumnya, penulis sempat kesulitan mendapatkan SM maupun Majalah Tabligh. Mbah Narno tanpa berpikir panjang menawarkan untuk mengantar dua majalah kebanggaan persyarikatan tersebut ke tempat tinggal penulis. 

Begitulah Mbah Narno, tidak pernah absen dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah sepanjang masih diselenggarakan di DIY. ‘Daftar jadwal’ yang disebutkan sebelumnya belum termasuk agenda insidental semisal milad Muhammadiyah, syawalan, pengajian Ramadan, maupun muktamar. Bahkan ketika SM mensyukuri miladnya yang ke-1 abad, lelaki yang selalu berulang tahun di tanggal 3 September tersebut tetap hadir dengan ciri khasnya tadi. Motor Honda Super Cub lengkap dengan batik nasional dan udeng Muhammadiyah. Menariknya, acara tersebut diselenggarakan di atrium Hartono Mall (sekarang Pakuwon Mall) yang merupakan pusat perbelanjaan terbesar di Kota Gudeg. Bisa dibayangkan betapa heroiknya seorang Mbah Narno kala itu.

Seseorang yang bisa dikatakan sudah selesai dengan dunianya. Karena segala kebutuhan duniawinya sudah lebih dari cukup. Lelaki yang selalu menenteng dua telepon genggam di saku bajunya tersebut adalah land lord. Juragan kos-kosan adalah julukan lain yang melekat padanya. Belum lagi tanah milik Mbah Narno yang tersebar di sekitar rumahnya. Mbah Narno mengendarai kendaraan keluaran 1980an bukan karena beliau tidak mampu membeli motor jenis terbaru, tetapi karena kecintaan dan kenangan yang melekat pada moda transportasi beroda dua tersebut. Motor paling mahal sekalipun sejatinya bisa dibeli tunai oleh Mbah Narno.

Salah satu amal jariyah Mbah Narno adalah Masjid al-Muttaqin, Tawangsari, Sleman. Lokasinya hanya 100 meter dari kediaman Mbah Narno. Pembangunannya bertahap sejak 2015 hingga diresmikan oleh Bupati Sleman pada 8 Maret 2020. Tepat satu pekan sebelum masjid ditutup karena pandemi. Bahkan orang nomor satu di kabupaten paling utara di DIY tersebut selalu menyumbang 5 sak semen setiap bulannya. Ini bisa didapatkan karena Pak Bupati adalah kawan dekat Mbah Narno ketika masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas dahulu kala. Semua pembangunan di-handle sendiri oleh ayah dua anak ini. Arsitek dan insinyur sipil dirangkap sekaligus oleh Mbah Narno. Hasilnya pun bukan kaleng-kaleng. Masyarakat Tawangsari dan sekitarnya akhirnya mempunyai masjid. Dalam pendanaan, semua murni swadaya masyarakat dan warga Muhammadiyah dengan pemanfaatan satu pintu, yaitu Mbah Narno. Hal yang membanggakan adalah tidak ada penggalangan dana dengan metode meminta di jalanan atau rumah-rumah. Suatu cara yang kadang cukup ironis karena seolah Islam adalah agama pengemis. Semua bisa seperti itu berkat Mbah Narno.

Giat dakwah Mbah Narno akhirnya terhenti di hari Rabu 23 Maret 2022 jam 14.45 WIB. Saat dia tertabrak Kereta Api Kertanegara ketika sang kakek melintasi perlintasan tanpa palang pintu di Godean, Sleman. Sepeda motor Honda Super Cub yang dia kendarai hancur dan menjadi bukti kesetiaan kepada empunya hingga akhir hayat. Di sekitar lokasi kejadian tercecer majalah SM dan Majalah Tabligh yang sedianya akan Mbah Narno antar ke pelanggan yang tinggal sekitar 1 km dari tempat kakek dua cucu ini menghembuskan napas terakhirnya.

Begitulah sekelumit perjalanan dakwah Mbah Narno yang legendaris. Bagi pembaca yang menginginkan bernostalgia dengan sosok berkharisma ini dapat membuka Instagram dan ketik di kolom pencarian @mbahnarnoquotes. Meskipun postingan di akun tersebut sudah berhenti di tanggal 9 April 2022. Dua pekan setelah Mbah Narno pergi dan tidak akan kembali. Selamat tinggal, Mbah Narno. Allahummaghfirlahu(*)

*Penulis adalah Koordinator Divisi Jaringan dan Hubungan Antar Lembaga Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)/Dosen Universitas Islam Indonesia

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow