Jihad Kemanusiaan Tuhuleley
Oleh: M. Fuad Nasar
Lembaga Zakat, Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LazisMu) meluncurkan Klinik Apung Said Tuhuleley. Klinik Apung diinisiasi oleh LazisMu sebagai dakwah bil hal Muhammadiyah. Layanan kesehatan dengan konsep floating clinic berupa kapal laut itu digagas untuk melayani masyarakat yang belum terjangkau oleh layanan kesehatan primer, terutama di Kepulauan Maluku.
Siapakah Said Tuhuleley yang diabadikan menjadi nama Klinik Apung Lazis Muhammadiyah?
Saya pertama kali mengenal nama Said Tuhuleley lewat Jurnal Media InovasiUniversitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Pada waktu itu saya dikirimi publikasi UMY oleh sahabat dari Yogyakarta, mahasiswa Fakultas Ekonomi UMY yaitu Fikri Alnido. Di dalam Jurnal Media Inovasi saya membaca nama dan tulisan Said Tuhuleley. Sekian tahun kemudian ketika saya ke Yogyakarta, tanpa sengaja saya bertemu orangnya di ruang Perpustakaan Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jalan Teuku Cik Ditiro No 23.
Semasa hidupnya Said Tuhuleley adalah seorang aktivis-pejuang muslim sejati dan tokoh pembela masyarakat marjinal. Sepeninggalnya banyak kenangan/testimoni dari sahabat dan koleganya mengulas kiprah dan keberpihakan almarhum kepada kaum yang lemah (mustadh’afin). Sebuah buku mengenang Said Tuhuleley disusun oleh Agung Prihantoro dan telah diterbitkan tahun 2015.
Dalam struktur organisasi Muhammadiyah, pria kelahiran Saparua – Maluku tanggal 22 Mei 1953 itu pernah menjadi Sekretaris Majelis Pendidikan Tinggi Muhammadiyah yang mengelola seluruh Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Sarjana statistik itu kemudian dipercaya sebagai Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah. Di bidang jurnalistik, ia Pemimpin Redaksi Jurnal Media Inovasi UMY dan diamanahi tugas sebagai Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Majalah Pendidikan Gerbang. Selain itu ia dipercaya sebagai Ketua Dewan Direktur Laboratorium Dakwah Yayasan Shalahuddin Yogyakarta. Di samping itu, ia adalah dosen tetap pada Fakultas Agama Islam (FAI) UMY.
Said Tuhuleley adalah aktivis sejak muda dengan “jam terbang” yang panjang. Ia aktif di organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Pemuda Muhammadiyah. Ia juga pernah mengalami pengapnya ruang tahanan (penjara) sebagai risiko perjuangan aktivis kampus yang mengkritisi rezim Orde Baru.
Dalam pergaulan sehari-hari salah satu kader terbaik Muhammadiyah itu tetap sebagai sosok bersahaja dan low profile. Segala tugas organisasi dan keumatan dipundaknya ditunaikan dengan baik tanpa menghitung waktu dan pengorbanan.
Said Tuhuleley sampai wafat mengemban amanah sebagai Pengelola Pondok Pesantren Budi Mulia Yogyakarta. Lembaga ini menempa tunas-tunas umat khususnya para pemuda dan mahasiswa agar nantinya mereka bisa berkiprah di tengah masyarakat dengan potensi intelektual dan wawasan keislaman yang memadai.
Melalui Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah, Said Tuhuleley berkhidmat membina masyarakat dhuafa untuk bisa bangkit meraih kemandirian ekonomi. Ia mengajak ahli pertanian membimbing petani di pedesaan agar produksinya meningkat dengan biaya murah di tengah penyusutan lahan pertanian yang terus berlangsung di negara kita. Sebagai pimpinan dan “manajer” yang bertanggungjawab dalam mengawal program pemberdayaan masyarakat, Said Tuhuleley tanpa kenal lelah berkeliling Nusantara dan menghadiri panen raya di daerah-daerah binaannya. Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) merupakan lembaga yang terbilang baru di dalam organisasi Muhammadiyah. MPM membina para petani, nelayan, buruh, tukang becak, dan kelompok masyarakat ekonomi lemah lainnya.
Kader umat tempaan PII, HMI dan Persyarikatan Muhammadiyah itu membumikan “tauhid sosial” lewat gerakan amaliah untuk membebaskan masyarakat dhuafa dari belenggu ketidak-berdayaan dan ketidak-adilan. Berbekal keahlian di bidang statistik dan pengalaman lapangan Said Tuhuleley semasa hidupnya sempat menyusun Peta Dakwah.
Dalam sebuah acara Seminar dan Lokakarya MPM dan Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia di Kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Said Tuhuleley mengungkap data 60 persen penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan, tetapi ironisnya sebagian besar di antara mereka tetap miskin. Di sektor pertanian, ia menyoroti terjadinya “pemiskinan” masyarakat tani. Oleh karena itu, menurutnya MPM perlu memberi perhatian lebih serius terhadap advokasi kebijakan publik agar lebih sensitif dan akomodatif bagi kehidupan rakyat kecil yang miskin dan terpinggirkan.
Menurutnya, kebijakan pengembangan pemberdayaan masyarakat ke depan haruslah menyasar dua aspek secara simultan, yaitu masifikasi program pemberdayaan dan memberi perhatian serius terhadap advokasi kebijakan publik. Adapun untuk mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan dan ketidakberdayaan perlu difokuskan pada sasaran mewujudkan kedaulatan pangan. Yang tidak kurang pentingnya adalah memberdayakan sektor Informal dalam kerangka upaya penguatan ekonomi masyarakat.
Said Tuhuleley mengingatkan, impor bahan makanan yang tidak terkendali dan semakin sulitnya pertanian di Indonesia, serta turunnya produktivitas pertanian akibat kebijakan yang tidak pro-petani haruslah menjadi agenda Muhammadiyah untuk “melawan” kebijakan tersebut. Ia mengingatkan masih besarnya porsi sektor pertanian sebagai tumpuan hidup rakyat Indonesia. “Semua masalah pertanian bermuara pada kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap kaum tani. Kita bosan melihat kebijakan impor yang sangat menyengsarakan petani Indonesia, sehingga yang perlu dirubah terlebih dulu adalah kebijakan.” imbuhnya.
Kemiskinan di Indonesia menurutnya disebabkan beberapa faktor, yaitu:
Pertama, faktor eksternal, yakni tekanan globalisasi dan neoliberalisme yang hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi, namun mengabaikan keadilan dan kemanusiaan.
Kedua, faktor internal, yakni para komprador kebijakan publik yang tidak pro-rakyat serta kultur minimalis dan keterbatasan pengetahuan para pekerja sosial terhadap masalah publik.
Ketiga, kondisi masyarakat yang didominasi ketidakmampuan dan lemahnya daya saing, posisi tawar, artikulasi serta jaringan. Dia mencontohkan, nasib petani saat menjelang musim tanam dan saat panen yang ditentukan oleh pedagang dan tengkulak.
Dalam makalah “Muhammadiyah dan Politik: Catatan Kecil tentang Perjalanan Politik Warga Muhammadiyah” yang dipresentasikan dalam sebuah acara di Universitas Muhammadiyah Magelang tahun 2008, Said Tuhuleley menyampaikan pesan dan harapannya, “Janganlah semua ‘merantau’ menjadi politisi. Ada juga yang tinggal untuk mengurusi Muhammadiyah dan masyarakat secara langsung.” ujarnya.
Pada 19 Desember 2014 Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) untuk pertama kali menganugerahkan gelar Doktor Kehormatan. Drs. H. Said Tuhuleley, M.M., hari itu dianugerahi Doktor Kehormatan (Honoris Causa) dalam bidang pemberdayaan masyarakat. Bertindak sebagai promotor adalah Prof. Drs. H.A. Malik Fadjar, M.Sc dan co-promotor Prof. Dr. Ishomuddin, M.S.
Said Tuhuleley, sang pembela masyarakat marjinal yang berjiwa sosial dan dermawan menghembuskan napas terakhir Selasa 9 Juni 2015 pukul 23.33 WIB di RS Dr Sardjito, Yogyakarta. Ia berpulang ke rahmatullah pada usia 62 tahun. Almarhum sempat dirawat sebelumnya di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Kesehatannya menurun sekembali dari kunjungan ke beberapa daerah di wilayah timur Indonesia dalam rangka tugas pemberdayaan umat.
Sekitar satu bulan sebelum ajal memanggilnya Said Tuhuleley menghubungi sahabatnya Lukman Hakiem (mantan aktivis HMI Yogyakarta dan mantan anggota DPR-RI). Ia memberitahu rencana program yang sedang dipersiapkannya bekerjasama dengan Masjid Syuhada Yogyakarta, yaitu penyelenggaraan Mohammad Natsir School of Islamic Movement (MNIM).
Sewaktu meninggalnya Said Tuhuleley, Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Ketua Umum MUI saat itu, yang sedang dalam perjalanan ke luar negeri menyampaikan belasungkawa melalui pesan elektronik sebagai berikut, “Kepergian almarhum Dr. Said Tuhuleley adalah kehilangan bagi Persyarikatan Muhammadiyah dan bangsa Indonesia. Almarhum seorang mujahid dakwah yang telah mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk dakwah bagi pemberdayaan dan pemajuan masyarakat. Almarhum seorang kader handal Muhammadiyah yang mampu bekerja maksimal di manapun ditempatkan dan diberi amanat. Warga Muhammadiyah sedang menikmati hasil jerih payahnya dalam pemberdayaan masyarakat lewat MPM yang dipimpinnya. Saya berharap akan muncul Said Tuhuleley-Said Tuhuleley baru yang akan meneruskan jihad pencerahan almarhum.” tulis Din Syamsuddin.
Kepergian Said Tuhuleley untuk selamanya bukan hanya kehilangan bagi Muhammadiyah saja, namun kehilangan bagi umat Islam Indonesia pada umumnya. Betapa tidak, Said Tuhuleley seorang aktivis yang tidak mengejar popularitas dan kemegahan duniawi. Ia “mewakafkan” hidupnya untuk kepentingan umat, antara lain lewat pemberdayaan masyarakat dhuafa di tempat yang jauh dari keramaian.
Rabu siang 10 Juni 2015, jenazah almarhum Said Tuhuleley dikuburkan di pemakaman Karangkajen Yogyakarta, setelah sebelumnya disemayamkan di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jalan Teuku Cik Ditiro, Yogyakarta.
Perjuangan dan jihad kemanusiaan Said Tuhuleley yang penuh keteladanan akan selalu dikenang. Salah satu pernyataannya yang menggambarkan kesadaran jiwanya sendiri ialah, “Selama rakyat menderita, tidak ada kata istirahat.”
Sumber: https://fuadnasar.wordpress.com/2017/02/22/jihad-kemanusiaan-tuhuleley/
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow