Mengenang Drs H Marzuki, MPd: Kader Muhammadiyah yang Bersahaja

Mengenang Drs H Marzuki, MPd: Kader Muhammadiyah yang Bersahaja

Smallest Font
Largest Font

Sejak saya sekolah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Yogyakarta, nama ustadz Marzuki, untuk pertama kalinya saya dengar dari kakak saya.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Kakak kandung saya, mas Muhammad Awaludin, pernah menjadi sekretaris umum dan ketua umum Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PD IPM) Kabupaten Sleman. Dan, saya pun ikut-ikutan kakak saya yang aktif di IPM, baik ketika rapat, Mabica (masa bimbingan calon anggota), maupun Taruna Melati. Hal itu menyebabkan saya mengenal dengan baik para ketua dan tokoh IPM periode kakak saya.

Adapun yang saya kenal waktu itu ada mas Lutfi Efendi, Ton Martono, Bali, Sukardi, Muslih Burhan, Darminto, Agus Fahri Husein, Agus Amarullah, Eka Wuryanta, termasuk pak Marzuki.

Kita ketahui, ustadz Marzuki memang aktif bergerak di  Muhammadiyah sejak remaja, dimulai dari aktif di IPM (Ikatan Pelajar Muhammadyah).

Ketika berada di Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PD IPM) Kabupaten Bantul, beliau aktif menyelenggarakan perkaderan IPM dari sekolah ke sekolah, dari Pimpinan Cabang IPM ke Pimpinan Cabang IPM.

Dari kesungguhan beliau merekrut dan mengkader anak-anak muda di seluruh Kabupaten Bantul, maka menjadikan Bantul waktu itu menjadi PD IPM yang paling aktif dan paling banyak memiliki kader.

Dan, saya yakin, ratusan anak muda di Kabupaten Bantul pernah kena sentuhan perkaderan dari ustadz Marzuki. Salah satunya adalah mbak Dr Norma Sari, SH, MH dan juga suami beliau mas Mico, PhD.

Mbak Norma sempat aktif di Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) hingga pernah menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PP NA).

Dan saya yakin, banyak sekali kader-kader muda persyarikatan Muhammadiyah yang berada di Bantul, yang pernah menerima sentuhan  perkaderannya dari ustadz Marzuki.

Meskipun ustadz Marzuki sudah sangat lama saya kenal sebagai aktifis dan senior kami di IPM, namun perbedaan usia saya dengan ustadz Marzuki — yang selisih 4 tahun — menyebabkan kami belum pernah ketemu secara fisik dengan beliau.

Terlebih lagi setelah saya selesai kuliah dan selesai di IPM, langsung tugas keliling Indonesia sebagai perwira ahli Polri di bidang psikologi.

Pada tahun 2013, ketika saya diberi amanah sebagai Direktur Sri Bindatra Rumah Sakir Islam Jakarta (RSIJ) Pondok Kopi, tiba-tiba menerima telepon dari Bantul. Dan ternyata ustadz Marzuki yang menelpon. Suaranya yang saya dengar waktu itu mengalir tenang dan menenangkan, pembicaraannya yang runtut masih terasa dan saya kenang sampai sekarang.

Inti dari telepon beliau kepada saya adalah beliau mengundang saya ke Bantul untuk diajak diskusi berkaitan dengan RSU PKU Muhammadiyah Bantul.

Sesuai waktu yang kami sepakati, maka saya pu  berangkat dari Jakarta dan menuju Bantul.

Saya masih ingat betul, beliau mengajak ketemuan di warung soto Bu Mulyono di Jalan Bantul.

Pagi itu, kami pun ngobrol santai di Soto Bu Mul sekaligus untuk pertama kalinya saya menikmati soto yang betul-betul soto.

Di warung soto itulah saya mengenal kepribadian ustadz Marzuki yang ramah dan rendah hati. Selain itu, senyumannya yang khas: teduh dan meneduhkan.

Apabila kita melihat seluruh foto yang ada beliau, maka  kita akan mendapatkan sosok pribadi kader persyarikatan Muhammadiyah yang indah sekali. (Jamaludin Ahmad)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow